Di sepanjang perjalan menuju perbatasan NKRI dan PNG ini kita disuguhkan dengan pemandangan yang sangat asri dan di kanan kiri jalan juga terdapat Rumah Semut atau Musamus yang namanya dijadikan sebagai salah satu Universitas terkemuka di Merauke. Musamus juga memiliki makna "Jangan lihat tubuh kami yang kecil, tapi lihat hasil karya kami yang megah".
Setelah menempuh perjalanan darat sekitar 1,5 jam akhirnya kami tiba di distrik Sota. Sesampainya disana yang pertama kami lihat adalah sebuah tugu yang berada di persimpangan jalan antara jalur ke gerbang perbatasan RI - PNG dan ke arah Boven Digul. Tugu Kembar atau biasa disebut Tugu Sabang - Merauke merupakan tugu kembaran dari tugu titik nol kilometer di Sabang, NAD. Walaupun tugu ini terpisah kurang lebih 5.200 Km tetapi wujudnya sangat identik satu sama lain. Tugu ini melambangkan kebersamaan dan nasionalisme. Karena ternyata, tugu dibangun oleh pihak Militer yang bergotong royong bersama warga sipil dan komunitas vespa pada waktu (
kumunitas vespa memang the best lah pokoknya...hehehe :D). Dan di atas tugu terdapat peta
relief peta negara Indonesia dan patung burung garuda yang merupakan lambang negara Republik Indonesia. Disamping tugu juga terdapat monumen bertuliskan lirik lagu "Satu Nusa Satu Bangsa" yang membangkitkan rasa Nasionalisme. Dan dari tulisan pada batu prasastinya, tugu ini diresmikan bulan Desember tahun 1994 oleh Bupati KDH TK II Merauke, R Soekarjo.
Beberapa kilometer dari Tugu Sabang - Merauke ini terdapat sebuah gapura bertuliskan "Good Bye And See You Another Day". Dari sini kita sudah dekat dengan Taman Merah Putih. Ini dikarenakan taman ini didekorasi dengan warna merah dan putih oleh Ipda Ma'aruf polisi yang membangun taman ini. wana ini dipakai agar lebih cinta tanah air katanya.
"Taman ini saya sendiri yang buat bersama istri di tahun 2005," kata Ipda Ma'ruf Suroto dengan pakaian polisi lengkap yang menyambut rombongan.
Ipda Ma'ruf mengungkapkan, dirinya sudah bertugas sejak tahun 1993 di Distrik Sota. Lalu pada 2005, Ipda Ma'ruf terpanggil jiwanya untuk mengurus taman ini.
"Dulunya hanya semak belukar dan tidak terawat. Lantas saya bersihkan dan menanami pohon-pohon, seperti kayu putih, palem, dan lain-lain," ungkap Ipda Ma'ruf.
Terang saja, wilayah perbatasan ini sangat asri dan nyaman untuk didatangi. Selain itu, ada satu hal yang paling mencolok di sini, yaitu banyaknya cat berwarna merah putih dan kata-kata yang penuh semangat nasionalis.
"Hal itu memang sengaja, agar lebih cinta kepada negeri sendiri," kata Ipda Ma'ruf.
Bangku-bangku taman, ayunan, hingga rumah-rumah kecilnya dipenuhi cat merah putih. Yang menarik, kata-kata yang penuh semangat nasionalis seperti 'Untukmu Indonesia, Cintaku Tak Terbatas', 'Tekadku Pengabdian Terbaik', 'Aku Cinta Indonesia', hingga 'Bahasa Indonesia Penjaga Persatuan dan Kesatuan NKRI'. Siapa pun yang membaca tulisan tersebut, akan tergetar hatinya.
Ipda Mar'ruf memang berpawakan kecil. Badannya tidak setinggi para tentara, namun tidak kalah tegap. Dengan pakaian polisi yang lengkap, dirinya tetap nyaman menemani detikTravel berkeliling taman ini.
"Wilayah ini sangat penting, karena ini batas wilayah yang harus kita pertahankan. Kita di sini memang hidup di daerah tertinggal, tapi jangan sampai ditinggal," ujar Ipda Ma'ruf dengan senyumnya yang khas.
Taman yang juga disebut sebagai 'Taman Merah Putih' ini menjadi destinasi wisata bagi traveler atau warga sekitar. Setiap akhir pekan, masyarakat dari Kota Merauke tak sedikit datang ke taman ini untuk berfoto-foto atau menikmati suasananya yang khas.
"Perbatasan ini paling bagus di Indonesia, saya berani bertaruh nyawa!" tegas Ipda Ma'ruf.
"Saya ingin memperlihatkan kalau saya ini polisi. Ini pilihan saya sendiri, bagi saya pengabdian untuk masyarakat sangat penting," kata pria kelahiran Magelang ini.
Seperti yang dimuat pada portal.cbn.net.id beberapa tahun yang lalu.
Ipda Ma'aruf juga pernah menjadi bintang tamu di Kick Andy Metro TV. Berikut cuplikan wawancaranya.
Dalam perjalanan pulang kita akan kembali melewati tugu Sabang - Merauke. Disana juga terdapat kios-kios yang menjajakan barang dagangan mereka. Karena selain terdapat tugu titik nol kilometer Indonesia tapi Sota juga biasa menjadi tempat persinggahan supir kendaraan yang akan menuju Muting dan Boven Digul baik itu angkutan penumpang baik itu angkutan umum maupun mobil-mobil pribadi dan truk-truk yang membawa barang.
Selain kebutuhan pokok, ada juga lapak-lapak yang menjajakan hasil kebun dan tas dari bulu burung kasuari dari pengrajin warga asli disana.
Semoga pemerintah dan warga akan sadar akan pentingnya kawasan perbatasan yang menjadi daerah terdepan karena menjadi wilayah yang berhadapan langsung dengan negara tetangga dan mau menjaganya bersama-sama.